RSS

POTENSI DASAR SPIRITUALITAS MANUSIA

19 Nov

Spiritualitas manusia berpusat pada
qalbu, dan di dalam qalbu manusia
sudah ada potensi-potensi spiritual
yang merupakan format dasar
kemanusiaan. Maka kalau saja
manusia selalu mengikuti suara
qalbunya, itu pun sudah cukup
menyelamatkan diri dan
kehidupannya.
Bukankah Rasulullah SAW berpesan
kepada Wabishah: ‘istafti nafsaka
(qalbak)!’ – “Wahai Wabishah,
mintalah fatwa pada dirimu
(qalbumu) sendiri; suatu kebajikan
adalah apa yang menenteramkan
qalbumu, dan engkaupun tenteram
dengannya. Suatu kejahatan adalah
apa yang menggelisahkan qalbumu,
dan mengguncang dirimu, meskipun
orang lain sudah membenarkanmu”.
Masalahnya sekarang adalah qalbu
manusia sering lengah dan lalai
sehingga mudah terdorong sesat
ketika dipengaruhi oleh gejolak
hawa nafsu dan terseret oleh
godaan iblis/setan. Untuk itulah
Allah SWT menurunkan para rasul
dengan membawa ajaran agama
sebagai pengingat bagi yang lengah,
petunjuk bagi yang bingung,
penegas bagi yang ragu. Sumber
ilmu (informasi) keagamaan adalah
kitab suci, tapi faktor utama dalam
proses keberagamaan adalah qalbu.
Dalam proses hidup beragama kitab
suci adalah faktor sekunder. Al-
Qur’an pun banyak mengarahkan
manusia untuk selalu mendengarkan
suara qalbunya.
Hakikat Diri dan Inti Kemanusiaan
Hakekat diri manusia adalah diri
yang ruhaniah/spiritual yang sudah
tercipta sebelum adanya tubuh
biologis (basyar). Ketika manusia
masih dalam wujud ruh di alam
lahut, ruh merupakan wujud
pertama manusia dalam proses
penciptaannya sebelum diturunkan
ke bumi dan dimasukkan ke dalam
tubuh jismaniah (basyar). Allah
mempersiapkan basyar (tubuh
biologis kebinatangan) hanya
sebagai cangkang/wadah bagi si
manusia ruhaniah itu.
Inti ruh yang menjadi pusat diri
manusia adalah qalbu. Di dalam
Bahasa Arab dikenal ada 2 macam
qalbu; qalbu jismaniah berupa
gumpalan daging yaitu jantung, dan
qalbu ruhaniah yang dalam Bahasa
Indonesia disebut hati nurani. Di
dalam qalbu ruhaniah inilah terletak
fithrah (sifat-sifat asli dari Tuhan)
berupa kesadaran, perasaan,
kecerdasan, iman dan iradah. Jadi,
sejak diturunkan dari sisi Allah, si
manusia ruhaniah itu qalbunya tidak
kosong. Karena di dalam qalbu itu
Allah SWT sudah menempatkan
potensi-potensi dasar spiritual
(fithrah), bibit iman, moralitas, ilmu
dan kemerdekaan.
Asal kata Fithrah dan artinya
Apa arti kata fithrah? Sudah menjadi
tradisi bahwa setiap tahun,
menjelang Hari Raya Idul Fithri kita
membayar Zakat Fithrah. Di sini jelas
ada 2 kata yang populer yaitu fithri
dan fithrah. Kedua kata itu
bersumber dari dari satu akar kata
yang sama yakni fathara yang
mempunyai 2 makna:
* to break out = memecah,
membelah; seperti kuncup bunga
yang memecah/mekar.
* to originate = muncul,
memunculkan.
1. Fathara dalam arti memecah –>
fithrun.
Fithrun sebagai mudhof ilayh dibaca
fithri (lihat idul fithri). Dalam bahasa
sehari-hari disebut juga futhur/
ifthor, artinya memecah kepuasaan.
Contohnya, di malam hari, karena
tidur orang bagaikan berpuasa, tidak
makan. Maka di pagi hari, makan
yang pertama adalah makan yang
memecah kepuasaannya. Itu
sebabnya ia disebut futhur/ifthar
yang artinya makan yang memecah
kepuasaan (to break the fast) yang
menjadi populer dengan breakfast.
Maka idul fithri adalah hari raya
memecah (mengakhiri) puasa.
Media-media Arab berbahasa Inggris,
seperti Arab News dan lain-lain,
menyebut Idul Fithri dengan “Fast
Breaking Festive”, festival mengakhiri
puasa.
Zakatul Fithri atau Shadaqatul Fithri
artinya adalah zakat/shadaqah yang
harus dibayarkan pada saat orang
melaksanakan futhur atau
mengakhiri puasa. Hal ini berkaitan
dengan hadist Nabi SAW, “Puasa
seseorang akan tetap terkatung-
katung antara bumi dan langit,
belum diterima oleh Allah, sebelum
dibayarkan zakatul fithri/shadaqatul
fithri”. Di negara tetangga kita
seperti Singapura dan Malaysia
orang pun menyebutnya zakatul
fithri/shadaqah fithri, tapi di
Indonesia istilah ini lebih dikenal
zakat fithrah.
2. Fathara dalam makna yang kedua:
“mencipta pertama kali”
Terdapat perbedaan antara khalaqa
dengan fathara.
Khalaqa (to create): mengadakan
sesuatu dari bahan material yang
memang sudah ada. Contoh: di alam
sudah ada tanah liat, dari tanah liat
orang mencipta cangkir porselin.
Penciptaan adalah pengadaan
sesuatu dari bahan yang memang
sudah ada sebelumnya.
Fathara (to originate): mengadakan
sesuatu dari belum adanya sama
sekali. Karena itu fathara lebih
dahsyat dari khalaqa, karena
mengadakan sesuatu dari belum
adanya sama sekali. Di dalam Al-
Qurâ’an pun istilah fathara hanya
dipergunakan untuk Allah. Misalnya:
fatharas samawati wal ardh…
Dari kata fathara yang bermakna to
originate itulah terbentuk istilah
fithrah (originality).
Originality adalah ciri, sifat atau
karakter original. Ciri atau sifat sejak
sesuatu itu origin, dimunculkan
untuk pertama kalinya. Fithrah
adalah sifat/karakter yang
mengiringi sesuatu sejak
penciptaannya pertama kali.
FITHRAH: Sifat-sifat
Ketuhanan
Allah SWT berfirman surat Ar-Ruum
ayat 30.
“…Fithratallah allatii fatharannaasa
‘alayhaa…”
…Fithrah Allah, yang Dia mencipta
manusia berdasarkan fithrah itu.
(QS. Ar-Ruum, 30:30)
Bayangkan, Allah mencipta manusia
dengan sifat-sifat Allah, karena
itulah ketika manusia itu terlahir
dalam hadist Nabi dijelaskan:
Maa min mauluudin Illaa yuu ladu
‘alalfithrah
tidak satu pun bayi terlahir kecuali ia
di lahirkan berdasarkan FITHRAH
Dan dalam hadist lain yang sangat
indah dan sangat populer
dikalangan dunia tasawuf:
“Takhallaquu biakhlaqillah”
Berahlaklah kalian dengan ahlak
Allah
Bertingkahlah kalian dengan tingkah
ke-Allah-an, jadilah kamu ‘seperti’
Allah karena manusia adalah cermin
Allah. Karena manusia dihadirkan ke
bumi untuk menjadi khalifatullah
atau wakil Allah, dan di dalam
qalbunya sudah diisikan sifat-sifat
Allah, maka hendaknya manusia
bertingkah dengan tingkah ke-Allah-
an, dengan mewujudkan karakter
ke-Allah-an.
FITHRAH: Iman
Cermati sejarah pencarian Tuhan
oleh Nabi Ibrahim AS dalam surat
Al-Anbiya’: 51-83 dan surat Al-
An’am: 74-79.
“Sesungguhnya bibit iman telah
turun di pusat qalbu setiap orang..”
Juga dalam surat Al-A`raf ayat 172:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman):
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?”
Mereka menjawab: “Betul (Engkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi”.
(Kami lakukan yang demikian itu)
agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: “Sesungguhnya kami
(bani Adam) adalah orang-orang
yang lengah terhadap ini (keesaan
Tuhan)”.
Allah memberikan bibit Iman, naluri
ber-Tuhan yang menggelisahkan
orang untuk selalu tertarik, mencari,
meneliti, menjelajah, mencoba
mengenali Tuhannya. Karena itu di
dalam semua budaya, semua
bangsa, semua orang tahu akan
adanya Tuhan, adanya dia yang
misterius itu. Lalu manusia-manusia
itu memberi nama / istilah-istilah
kepada apa yang disebut Tuhan.
Maka muncullah ‘Tuhan’ dengan
berbagai bahasa.
FITHRAH: Moralitas, Ilmu
dan Kemerdekaan
Moralitas
“Demi diri (manusia) dengan segala
kesempurnaannya, lalu Tuhan
mengilhamkannya tentang
kejahatan dan ketaqwaan.”
(QS. Asy-Syams, 91:7-8)
Ilmu dan Kemerdekaan
“…Dia mengilmui Adam dengan
nama-nama segalanya…”,
(QS. Al-Baqarah, 2:31-34)
“Tinggallah engkau & isterimu di
dalam kebun ini dan makanlah
segala yang tersedia berlimpah, yang
mana saja yang kamu kehendaki…”,
(QS. Al-Baqarah, 2:35-38)
Artinya sejak saat itu kepada Adam
diberikan masyi’ah / kebebasan
berkehendak. You are free to make
your own choice, kamu bebas
menentukan kehendakmu sendiri.
Seberapa besar kebebasan yang
Allah berikan kepada Adam?
Kebebasan yang sebebas-bebasnya.
Apakah kebebasan itu hanya untuk
Adam dan Hawa saja? Sepanjang di
dalam kebun itu saja?
Tidak, kebebasan yang Allah berikan
adalah kebebasan yang seluas-
luasnya, sedemikian luas sampai-
sampai seluruh manusia di muka
bumi ini bebas bahkan untuk
membangkang Allah sekali pun.
“Kalau saja Tuhanmu menghendaki,
Dia bisa membuat semua yang ada
dimuka bumi beriman kepada Dia…”,
(QS. Yunus, 10:99)
“Tidak ada paksaan untuk dalam
beragama; sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang
sesat. Karena itu barangsiapa yang
ingkar kepada Thaghut dan beriman
kepada Allah, maka sesungguhnya ia
telah berpegang kepada buhul tali
yang amat kuat yang tidak akan
putus…”,
(QS. Al-Baqarah, 2:256)
Muncul pertanyaan, mengapa Allah
memberikan kebebasan yang begitu
luas kepada manusia sampai-sampai
manusia bebas untuk membangkang
kepada Allah sehingga manusia
berbuat jahat dimuka bumi?
Sebagai wakil Allah yang akan
memimpin kehidupan di muka bumi,
manusia akan banyak menghadapi
problem. Supaya bisa menyelesaikan
problem-problem itu maka manusia
haruslah merupakan makhluk yang
kreatif. Maka supaya bisa kreatif
itulah Allah berikan ilmu dan
kebebasan karena ilmu dan
kebebasan adalah dua bahan baku
untuk munculnya kreatifitas.
Kreatifitas, yang berangkat dari ilmu
pengetahuan dan kemerdekaan,
adalah salah satu dari hal-hal yang
paling awal Allah berikan kepada
manusia. Dengan ilmu manusia akan
menjadi cerdas dan banyak tahu,
dan dipadu dengan kemerdekaan
kecerdasan berubah menjadi daya
cipta yang dahsyat yang
menyebabkan peradaban manusia
berkembang progressif.
Yang Merusak Fithrah
Manusia
1. Hawa Nafsu
2. Iblis
“Wahai Adam, maukah engkau
kutunjukkan pada Pohon Keabadian
(Status Quo) dan Kejayaan Tanpa
Batas (Keserakahan).”
(At-Thaahaa, 20:120)
Iblis menyusup ke kebun
kelimpahruahan (jannah) dan
mengiming-imingi Adam (manusia
pertama di bumi) dengan janji
Keabadian dan Kejayaan Tanpa
Batas dengan cara memakan buah
Pohon Terlarang. Rupanya Adam
tergiur untuk mendapatkan
keabadian dan kejayaan tanpa batas,
maka Adam pun memakan buah
pohon terlarang itu. Lalu apa yang
terjadi?
“…maka nampaklah ‘kemaluan’
mereka berdua, dan keduanya
mencari-cari alat untuk
menutupinya dengan dedaunan di
kebun; Adam telah membelakangi
Tuhannya dan sesatlah ia.”
(At-Thaahaa, 20:121)
Ketika manusia memperturutkan
hasrat keabadian dan
keserakahannya maka akan
nampaklah segala hal yang
memalukan dari dirinya, terkuaklah
segala aib yang menghinakannya.
Manusia menjadi telanjang dan
pakaiannya rontok. Pakaian adalah
simbol keberadaban, simbol
martabat dan status sosial, yang
tiada lagi berguna ketika manusia
memperturutkan hasrat keabadian
dan keserakahan dengan
mengabaikan fithrahnya.
Ketika Allah SWT melarang Adam
untuk mendekati pohon terlarang
itu bukan karena Allah takut akan
tersaingi keabadian dan
kejayaanNya, tetapi Allah, dengan
teknik learning by doing, sedang
memberi pelatihan kepada Adam
tentang:
1. Suatu kebebasan bukanlah tanpa
batas, harus dikendalikan.
2. Titik lemah manusia adalah hasrat
keabadian & keserakahan.
3. Iblis adalah musuh yang nyata.
Adam bertaubat dan memohon
ampun, Allah menerima taubat dan
mengampuni Adam. Lalu Adam
dikeluarkan dari “kebun pelatihan”
untuk turun ke bumi relitas untuk
menjalani missinya sebagai hamba
Allah sekaligus khalifah Allah.
Kesimpulan
Apa saja potensi spiritual (fithrah)
yang Allah berikan kepada manusia?
Sifat-sifat Allah, Bibit Iman,
Moralitas, Ilmu dan Kemerdekaan.
Dimana Allah menempatkan fithrah
itu?
Pada qalbu manusia, pusat
spiritualitas manusia (hati nurani).
Sejak awalnya qalbu manusia tidak
pernah kosong.
Apa fungsi fithrah bagi manusia?
Sebagai format (image) ketuhanan.
“Sesungguhnya Allah mencipta
Adam berdasarkan citra-Nya /
image-Nya”
(Hadist Qudsi)
“…Then God said, “Let us make man
in our image, in our likeness”
“So God created man in his own
image, in the image of God he
created him”
(Bibel, Genesis 1:26-27)
Apa yang merusak Fithrah?
Hawa Nafsu dan Iblis. Hawa nafsu
berupa:
* Syahwat perut;
* Syahwat kemaluan;
* Syahwat kalam;
* Syahwat tidur.
QALBUNET

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 19 November 2010 inci Spiritual

 

Tinggalkan komentar